
Tridharma berasal dari kata Tri dan Dharma. Tri berarti “tiga” dan Dharma berarti “ajaran kebenaran”. Jadi secara harafiah, Tridharma berarti “tiga ajaran kebenaran”, yaitu ajaran Konfusius, ajaran Tao, dan ajaran Buddha. Di Indonesia, Tridharma merupakan agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Khong Hu Cu, dan Lao Tzu. Buddha Ketiga ajaran tersebut bersumber pada pada kitab suci masing-masing, yaitu The Classics dan Kitab Su Si, Tao te Ching, dan Tri Pitaka. Tri Dharma atau Sam Kauw juga memiliki pengertian Tiga Ajaran yaitu Konfusiansime, Taoisme, dan Buddhisme.
Tri Dharma atau Sam Kauw merupakan keimanan dan keyakinan yang penganut nya orang Tionghoa, oleh para Orientalis disebut sebagai Chinese Popular Religion atau The Great Tradition yang sering disandingkan dengan pengertian Folk Religion atau The Little Tradition. Dewasa ini, terdapat dua pandangan tentang Tri Dharma di Indonesia, sebagian berpandangan bahwa Tridharma itu bagian dari Buddha, hal ini didukung oleh fakta bahwa secara organisatoris bahwa Tridharma berada pembinaanya di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama Republik Indonesia. Namun, di lain pihak berpendapat bahwa Tri Dharma dalam perspektif ritual keagamaan tidak hanya berfokus pada salah satu keyakinan, tetapi pada pada ketiga keyakinan yang berdiri sendiri yaitu Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme.
Pada mulanya, Buddhisme mengalami perkembangan yang pesat karena mendapat simpati masyarakat antara lain:
Pertama, Keadaan masyarakat Cina pada waktu itu sangat memprihatinkan karena terjadinya peperangan dan pepemberontakan yang menghancurkan masalah ekonomi dan menimbulkan kemelaratan bagi orang banyak. Rakyat merasa kecewa terhadap \konfusianisme dan \taoisme yang tidak dapat memperbaiki nasib rakyat. Buddhisme dapat memberikan penghiburan kepada rakyat yang menderita walaupun tidak dapat memperbaiki keadaan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hidup, namun Buddhisme dapat penghiburan ini berupa ajaran bahwa orang iru sesudah mati akan masuk nirwana dan akan hidup bahagia. Ajaran tentang kehidupan sesudah mati kurang begitu mendapat perhatian dari filsuf Konfusianisme maupun Taoisme.
Kedua, Orang yang tidak dapat menyelesaikan persoalan hidup sehari-hari kemudian mereka masuk ke biara-biara, disitu mereka memperoleh ketenteraman jiwa dan jaminan hidup sehingga seolah-olah mereka mereka bebas dari kesuliatn ekonomi yang melanda sebagian besar wilayah Cina.
Ketiga,menurut ajaran Buddhisme, khususnya menurut aliran Mahayana, bahwa setiap penganut Buddhisme dapat memperoleh keselamatan, sedangkan dalam Konfusianisme hanya kaum terpelajar yang mampu mempelajari dan mengamalkan kitab klasik yang akan hidup bahagia, begitu pula menurut Taoisme orang yang bahagia adalah orang yang hidup dekat dengan alam dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan alam.
Tulisan lengkap dapat anda unduh disini
Leave a Reply